Perbankan Restrukturisasi Kredit 4,9 Juta Debitor
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menerbitkan kebijakan di sektor perbankan dan industri keuangan nonbank. Kali ini stimulus bagi sektor perbankan untuk memperkuat permodalan. Sekaligus menjaga kinerja dan stabilitas industri asuransi serta lembaga keuangan mikro (LKM) akibat pandemi Covid-19. Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo menuturkan, kebijakan relaksasi lanjutan diperuntukkan bank umum konvensional dan syariah serta bank perkreditan rakyat (BPR) dan BPR syariah. Kebijakan lanjutan tersebut diharapkan mampu memberikan ruang likuiditas yang lebih longgar bagi perbankan. ’’Sehingga stabilitas sektor keuangan tetap terjaga mengingat aktivitas ekonomi cenderung menurun dan melemahkan sektor riil,’’ ujarnya. Stimulus bagi bank umum konvensional dan syariah berupa restrukturisasi pembiayaan atau kredit melalui sistem layanan informasi keuangan (SLIK). Perbankan juga dapat melakukan persetujuan restrukturisasi kredit dengan tata kelola alternatif untuk mempercepat proses dan menghindari penumpukan portofolio apabila masih harus melalui pejabat tinggi. ’’Namun, tetap memperhatikan prinsip objektivitas, independensi, menghindari benturan kepentingan, dan kewajaran,’’ jelas Anto. Untuk BPR dan BPRS, OJK memperbolehkan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) umum kurang dari 0,5 persen. Atau, tidak membentuk PPAP umum untuk aset produktif dengan kualitas lancar untuk laporan bulanan sejak April. Anto menyebutkan, ada 95 bank yang merealisasikan restrukturisasi kredit untuk 4,9 juta debitor. ’’Nilainya Rp 458,8 triliun sampai 18 Mei,’’ katanya. Selain itu, 183 perusahaan pembiayaan sudah merestrukturisasi nasabahnya. Total kontrak yang direstrukturisasi mencapai 2,1 juta dengan nilai mencapai Rp 66,78 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengakui tidak sedikit tantangan dalam menerapkan restrukturisasi kredit. Mulai kebutuhan debitor, moral hazard, hingga kapasitas likuiditas perbankan. Kualitas tata kelola perbankan dan debitor sangat menentukan kelancaran restrukturisasi. Perbankan, kata Heru, juga dihadapkan pada kondisi likuiditas yang terbatas. Jika tidak selektif memberikan restrukturisasi kredit, ujung-ujungnya malah bank tidak sehat. ’’Ya, menyeimbangkan kebutuhan debitor dengan kapasitas likuiditas bank menjadi tantangan program restrukturisasi,’’ kata Heru. Di sektor industri keuangan nonbank, OJK menyesuaikan pelaksanaan teknis pemasaran produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI/unit link) dan kebijakan restrukturisasi LKM. (jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: